Tentang Sikap Positif
Saya sangat bersyukur pada Allah. Melalui peristiwa kecil Ia menyapaku: memberikan pencerahan reflektif. Ketika saya sedang membaca sebuah buku yang berjudul: “Developing the Leaders Around You”, yang ditulis John C. Maxwell, saya menemukan pencerahan. Dan, saya yakin bahwa ini adalah suara Tuhan, nasehat Allah. Inspirasi yang muncul pun saya rangkai dalam kalimat. Saya tidak menyia-nyiakan pengalaman tersingkap itu.
Dalam bukunya tersebut, John C. Maxwell mengatakan, “sikap positif merupakan salah satu modal paling penting yang bisa dimiliki seseorang dalam hidupnya. Orang yang memiliki sikap positif bisa pergi ke tempat yang tidak bisa didatangi orang lain”. Ya, orang yang memiliki sikap positif bisa pergi ke mana saja tanpa batas. Ia pasti diterima di mana saja. Ia tidak dibenci. Ia dicintai.
Anda pernah mendengar nama Teilhard de Chardin? Ia adalah seorang Palaentologi (ahli fosil), ahli filsafat dan teolog besar. Walau dia sangat intelektual tetapi ia tetap murah senyum, mudah menyapa orang lain, ia tidak sombong. Padahal, selama hidupnya, ia mengalami nasib tragis: dibuang ke Cina, dicopot jabatan profesornya, buku-bukunya dilarang terbit oleh Vatikan gara-gara teori evolusinya, ia menyaksikan Perang Dunia II dan menjadi anggota Palang Merah di Jerman, di buang ke Afrika oleh pimpinan Serikatnya. Tetapi ia tidak pernah dendam, semangatnya tidak pernah kendor, ia tetap menulis dan meneliti. Menurutnya, setiap peristiwa hidup adalah sarana melihat dan bersatu dengan Allah dan dengan Kristus, Sang Juruselamat. Sikapnya inilah yang membuatnya bisa menjelajahi dunia (dan sangat diterima, dicintai) dan mampu bertahan di arus lautan pencobaan dan penderitaan. Luar biasa, bukan?
Bersikap positif butuh kerendahan hati. Mesti mengesampingkan gengsi diri. Sikap positif terlihat dari keseharian kita, entah itu dalam tutur kata, cara kita menyapa orang lain, sopan santun, dll.
Saat saya pulang kuliah. Saya lewat di depan sebuah rumah. Di depan rumah tersebut ada sebuah poster yang berslogan: “Kata membentuk pribadi bahagia dan mulia.” Slogan itu ditulis melingkar, dan di tengahnya tertera 5 S. Uraian 5 S dijejerkan ke bawah. S pertama, Senyum: bahagiakanlah selalu saudaramu dengan wajah cerah dan senyum tulus, niscaya hidup akan lebih indah dan menyenangkan. S kedua, Salam: ucapkanlah salam sebagai doa keselamatan, limpahan rahmat dan keberkahan bagi saudaramu, niscaya hidup kian lega dan aman. S ketiga, Sapa: sapalah saudaramu dengan lembut, ramah dan hangat, niscaya akan terpancar keakraban dan persaudaraan. S keempat, Sopan: bersikaplah sopan terhadap siapapun sebagai nilai kehormatan, niscaya hidup akan mulia dan terhormat. S kelima, Santun: nikmatilah mengalah dan memberikan hak kita kepada orang lain untuk kemaslahatan bersama sebagai keutamaan kita, niscaya akan lapang dan barokah tiap urusan kita. Slogan 5 S ini ternyata kata-kata sang Ustadz kondang, Aa Gym.
Bersikap positif tidak sulit kita lakukan jika memiliki kerendahan hati. Kerendahan hati itu tampak dalam gerak-gerik kita, dalam tutur kata kita, dari sikap kita memandang orang lain. Namun, bersikap positif akan menjadi hal yang amat sulit kita lakukan jika dalam kepala kita telah ada “lensa negatif”, yang selalu meneropong kesalahn orang lain, berdistansi dengan orang lain, menaruh curiga berlebihan ke orang lain. Apakah Anda setuju?
Untuk SUMBER
Untuk SUMBER
No comments:
Post a Comment